Ekonom Riau Soroti Dewan Direksi Bank Riau Kepri Dalam Pusaran Korupsi 

    Ekonom Riau Soroti Dewan Direksi Bank Riau Kepri Dalam Pusaran Korupsi 
    Photo : Gedung Bank Riau Kepri

    PEKANBARU - Bank Riau Kepri ternyata terlihat bobrok di mata masyarakat Riau, hal itu terbukti dari banyaknya warga yang memberikan respon negatif akibat fakta persidangan di PN Pekanbaru, diamana terdakwa kasus korupsi fee asuransi menyebutkan semua kepala cabang Bank Riau Kepri terima fee. Sabtu 2021.

    Dilansir media RiauBisa.com, diketahui berdasarkan hasil sidang kasus fee ilegal asuransi kredit Bank Riau Kepri di pengadilan Negeri Pekanabaru, senin (16/8/2021), Dicky Vera Soebasdianto, mantan kepala perwakilan Global Risk Manajemen (GRM) mengatakan kepada hakim bahwa seluruh kepala cabang Bank Riau Kepri di wilayah kerjanya menerima fee asuransi.

    Fakta persidangan kasus pemberian fee asuransi kredit mengungkap puluhan kepala cabang/ cabang pembantu Bank Riau ikut menikmati aliran dana ilegal tersebut. Ternyata, tidak hanya 3 mantan kepala cabang sebagai terdakwa yang menerimanya dari pialang asuransi kredit, namun seluruh mitra pialang PT Global Risk Management mendapat setoran fee tiap bulannya.

    "Ya Pak Hakim, semua menerima. Sekitar 40 puluhan kepala cabang, " kata mantan Kepala Perwakilan GRM Riau, Dicky Vera Soebasdianto saat memberi kesaksian di PN Pekanbaru, Kamis (19/8/2021) kemarin sore.

    Tiga orang petinggi Bank Riau Kepri menjadi pesakitan dalam kasus ini. Mereka adalah mantan Pemimpin Cabang Pembantu BRK Bagan Batu, Nur Cahya Agung Nugraha, mantan Pemimpin Cabang BRK Tembilahan, Mayjafry serta Pemimpin Cabang Pembantu BRK Senapelan Hefrizal yang juga Pemimpin Cabang BRK Taluk Kuantan, Hefrizal. 

    Nur Cahya Agung Nugraha didakwa menerima fee asuransi kredit sebesar total Rp 119.879.875. Sedangkan Mayjafry menerima sebesar Rp 59.690.500. Sementara, Hefrizal mendapat aliran dana sebanyak Rp 200 juta lebih. Dana diduga ilegal tersebut ditransfer secara berulang kali tiap bulannya oleh Dicky. Uniknya, uang ditransfer ke rekening atas nama Dicky, namun kartu ATM dipegang oleh masing-masing terdakwa.

    Di persidangan Dicky menceritakan bagaimana uang fee kepada puluhan kepala cabang/ cabang pembantu BRK didistribusikan. Selain menitipkan kartu ATM miliknya, Dicky juga mentransfer fee langsung ke rekening milik para kepala cabang/ cabang pembantu. 

    "Tiap bulan saya kirim sesuai produksi premi asuransi. Besarnya masing-masing 10 persen, " kata Dicky.

    Kabar mengejutkan yang mencoreng reputasi Bank Riau Kepri tersebut langsung disambut para netizen. Hampir sebagian besar melampiaskan kekesalan dan kekecewaannya. Beberapa menilai kasus tersebut sudah lumrah, lainnya meminta agar seluruh orang yang menerima fee diproses hukum dan dipecat. 

    Ada juga netizen menghubungkan kasus ini dengan proses transisi Bank Riau Kepri menjadi Bank Syariah, bahwa Gubernur Riau, Syamsuar hanya memaksakan keinginannya menjadikan Bank Riau sebagai Bank Syariah, terbukti hingga saat ini, hal itu hanya lah sebagai wacana.

    Sementara Pernyataan dari ekonom Riau, Viator Butar-butar saat dimintai pendapatnya oleh awak media mengatakan, penerimaan fee dari asuransi di Bank Riau itu praktek yang sudah lama terjadi di BRK. 

    "Itulah salah satu penyebab biaya kredit yang harus ditanggung debitur kalau meminjam di BRK lebih tinggi. Masih banyak praktek lain yang membuat BRK tidak efisien, " tulis Viator.

    Disebutkan Viator, bahwa praktek fee dari broker/insurer itu bukan hanya melibatkan pimpinan cabang. Dewan Direksi dan Dewan komisaris seyogyanya turut andil. Biasanya penentuan broker/insurer adalah kebijakan Kantor Pusat.  Jadi Dewan Direksi dan Komisaris harus dimintai pertanggung jawaban. 

    "Kita tidak pernah tahu, apakah Dewan Direksi maupun Komisaris ikut menerima bagian. Yang pasti, tanggung jawab kepengurusan PT, ada pada Dewan Direksi dan Komisaris. Pimpinan cabang hanya bertgjawab pada tataran operasionalnya, " jelasnya.

    Terkait keadaan 2 tahun terakhir di Bank Riau Kepri, Viator menilai terkesan ada kegelisahan dan kegamangan di pimpinan dan staf BRK, karena Gubernur Riau sebagai Pemegang Saham Pengendali menginginkan perubahan status dari Bank Umum ke Syariah. 

    "Tak jelas apa dasar dan tujuannya. Awalnya tidak disambut oleh para pemegang saham lainnya. Tetapi di RUPS saya dengar sudah disetujui. Dari informasi yang saya kumpulkan, kebanyakan staf dan pimpinan tidak setuju, tapi gubernur memaksakan keinginannya. Malah seluruh ASN di Pemprov Riau diperintahkannya memindahkan rekening penerimaan gaji ke BRK Syariah (Divisi Syariah), " urainya.

    Tak pelak lagi, ketidak jelasan perkembangan konversi hingga saat ini membuat banyak unsur pimpinan dan staf yang gamang. Sangat di sayangkan..!!

    PEKANBARU RIAU
    Tony Rosyid

    Tony Rosyid

    Artikel Sebelumnya

    Sekdaprov Riau Terpilih, SF Haryanto Dilantik...

    Artikel Berikutnya

    Kondisi Pandemi Mulai Membaik, Gubernur...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Lapas Tembilahan Laksanakan Upacara Peringatan Hari Bela Negara ke-76   
    Leonardy Harapkan Kongres PB Lemkari Akhir Januari 2025
    Lapas Tembilahan Terus Optimalkan Kualitas Pelayanan Kunjungan bagi Warga Binaan   
    Hendri Kampai: Perlawanan Rakyat atas Ketidakadilan, Indonesia Menghadapi 'Vigilante Virtual'
    Langkah Deteksi Dini, Lapas Tembilahan Konsisten Lakukan Tes Urine Berkala WBP   

    Ikuti Kami